Menikmati Tongseng Otak Kambing di Warung Sate Legendaris Pak Amat Semarang

Beberapa waktu lalu, saya diundang Kementerian Dalam Negeri, meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri yang saat itu masih dijabat oleh Pak Tjahjo Kumolo. Ketika itu, Pak Tjahjo hendak menghadiri seminar nasional tentang penegakan hukum di Semarang. Seminar diadakan di gedung yang ada di komplek Universitas Diponegoro (Undip). Undip sendiri adalah salah satu universitas negeri ternama di Indonesia.

Ya, seminar itu sendiri digelar oleh ikatan alumni Undip. Tiba di bandara Ahmad Yani, langsung meluncur ke Undip. Pak Tjahjo hadir di seminar itu sebagai salah satu pembicara kunci, bersama Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Pak Arief Hidayat, yang juga alumni Undip.

Siang belum habis. Usai seminar, Pak Tjahjo mengajak makan di sebuah rumah makan. Tentu, saya termasuk salah satu yang diajak. Mobil yang saya tumpangi pun mengekor mobil Innova yang ditumpangi Pak Tjahjo. Di Jalan Thamrin, Semarang, mobil Innova berhenti, tepat di sebuah warung sate yang ada di pinggir jalan.

Salah satu menu andalan di Warung Sate Pak Amat adalah sate kambing muda. Daging sate empuk dan tidak bau prengus. Foto : dimanaja.com

Pak Tjahjo tampak keluar dari mobilnya dan masuk ke warung sate yang tak begitu besar. Saya pun segera ikut turun, bersama dengan Pak Acho Maddaremmeng, Kabag Humas Kemendagri yang juga satu mobil dengan saya. Mata langsung tertumbuk pada spanduk yang jadi penanda nama warung sate. Sate dan gulai kambing Pak Amat, demikian tulisan yang tertera di spanduk kain yang dipasang depan warung. 

Tiba di warung, ia langsung mengambil tempat duduk di pojok kanan dalam warung. Di sebelahnya, duduk lelaki yang sudah beruban. Setelah makan, saya baru tahu, jika lelaki beruban itu, adalah teman akrab Pak Tjahjo sejak remaja. Sementara di depannya, ikut menemani Pak Arief Mulya Eddie Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri saat itu.

Hanya ada empat meja panjang di dalam warung. Luas warung tak begitu luas. Di luar warung, masih ada dua meja lagi. Dapur warung menyatu dengan ruangan tempat pengunjung makan. Dapurnya terbuka saja. Pembeli bisa ikut melihat si koki meracik menu. Di pinggir warung, satu orang sibuk membakar deretan tusuk sate yang diletakan berjajar di atas pembakaran. Barang arang menyala, bercampur dengan kepulan asap.

Hawa terasa panas. Apalagi di dalam warung tak ada pendingin udara. Hanya kipas angin yang diandalkan mengusir panas. Meski begitu, tetap saja gerah tak sepenuhnya bisa diusir. Ruangan terasa gerah. Saya tengok, Pak Tjahjo asyik membuka daftar menu. Saya pun duduk di meja kedua, tak jauh dari mejanya.

” Ini satenya enak, beda dengan yang lain,” kata Pak Tjahjo, setengah berpromosi.

Gule kambing adalah menu andalan lainnya di Warung Sate Pak Amat. Foto: Nandonurhadi.wordpress.com

Lalu, dia memangggil pelayan warung yang datang tergopoh-gopoh. Disebutkannya sejumlah menu. Ia pesan sate daging dan ati kambing. Tak lupa, dia juga pesan gulai dan tongseng kambing. Semua serba kambing.

Saya duduk di meja lain, dekat meja Pak Pak Tjahjo, bersama dua orang wartawan. Sementara yang lain, memilih duduk di meja yang ada luar warung. Suasana warung sate Pak Mat, siang itu cukup ramai. Semua meja di dalam dan ruangan penuh. Hawa siang kota Semarang terasa menyengat.

Setelah lumayan lama menunggu, pesanan pun datang. Saya pesan tongseng otak. Sepertinya menarik. Belum pernah saya makan tongseng otak. Yang lain pesan sate kambing. Saat tongseng datang, harum kuah langsung meruap masuk hidung. Perut makin keroncongan. Berdoa sebentar, tanpa aba-aba, saya langsung menyendok kuah tongseng dan segumpal otak kambing. Masuk mulut, lidah pun langsung menilai rasa. Nikmat.

Rasa kuah tongseng memuaskan. Yang satu, ini pertama kali mencicipi tongseng otak kambing. Lembutnya otak, dicampur kuah tongseng yang pekat rasa, bikin nafsu makan datang menggebu. Tak hanya tongseng otak yang saya pesan. Saya juga pesan sate ati kambing. Ini juga yang pertama.

Sate ati ini, agak berbeda dari sate seperti pada umumnya, yang biasanya terdiri dari lemak dan daging kambing. Ini benar-benar hati kambing semua. Tapi, rasanya pun tak kalah nikmat. Ada sensasi lain. Mungkin karena baru pertama mencicipi. Hanya beberapa menit, tongseng otak kambing langsung tandas. Saya bahkan sampai minta tambah nasi.

Selain sate dan gule kambing, Warung Sate Pak Amat juga menyediakan menu tongseng, salah satu yang terkenal adalah tongseng otak kambing. Foto : Twitter @taufan_rahmadi

Usai makan, Pak Tjahjo sempat berujar, ” Sate Pak Amat ini, salah satu warung sate paling terkenal di Semarang. Saya langganan  makan sate di sini, sejak dulu,” katanya.

Walau tempat makan sate sempit, kata dia, ia suka bersantap di warung Pak Amat. Kata dia, ini warung sate favoritnya di kota Lumpia. ” Ini salah satu warung sate favorit saya. Kalau lagi di Semarang, mau makan sate, ke sini saja,” lagi-lagi ia berpromosi.

Iseng-iseng saya searching di google via handphone. Saya penasaran, apa benar warung sate Pak Amat, adalah salah satu warung sate paling terkenal dan ternikmat di Semarang, seperti yang dipromosikan Pak Tjahjo. Sepenggal informasi di dapat dari google. Sebuah situs, mereview warung sate Pak Amat. Warung sate Pak Amat, menurut situs tersebut, usianya sudah cukup tua. Bahkan lebih tua dari usia republik ini. Kata situs tersebut, warung sate Pak Amat, sudah ada sejak 1936. Wow, sudah cukup sepuh sekali usianya. Sudah berdiri sebelum kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta, tahun 1945.

comments powered by Disqus

Related Posts

Melacak Jejak Laksamana Cheng Ho di Klenteng Sam Poo Kong Semarang

Nama Laksamana Cheng Ho, bagi sebagain orang mungkin tak asing lagi. Apalagi bagi masyarakat Thionghoa, nama Laksamana besar itu pasti sudah melekat, karena bisa dikatakan salah satu tokoh leluhur yang melegenda.

Read more

Kenangan Saat Pertama Kali Injakan Kaki di Gedung Tua Lawang Sewu Semarang

Lawang Sewu, adalah salah satu ikon wisata di Kota Semarang. Lawang Sewu adalah sebuah gedung tua peninggalan kolonial Belanda. Namanya terkenal saat ada program di sebuah stasiun televisi mengulasnya.

Read more

‘Nyate’ Kambing Muda di Klaten

Rabu pagi, 21 September 2017, tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Cukup mengagetkan, karena kantuk masih menggayut. Dengan agak malas-malasan saya pun beranjak dari pembaringan, tempat saya menjaring mimpi tadi malam.

Read more