Melacak Jejak Laksamana Cheng Ho di Klenteng Sam Poo Kong Semarang

Nama Laksamana Cheng Ho, bagi sebagain orang mungkin tak asing lagi. Apalagi bagi masyarakat Thionghoa, nama Laksamana besar itu pasti sudah melekat, karena bisa dikatakan salah satu tokoh leluhur yang melegenda.

Terlebih lagi, di tanah air, pernah dilansir sebuah film bertema Laksmana Cheng Ho. Bintang pemeran sang Laksmana pun tak main-main, yakni Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan Menteri Sekertaris Negara.

Dari beberapa catatan sumber sejarah, Cheng Ho yang bernama aseli Zheng He, adalah seorang laksamana yang mengabdi pada Kaisar Yong Le, seorang kaisar dari Dinasti Ming. Oleh sang kaisar, Cheng Ho di tugaskan memimpin sebuah armada besar untuk misi muhibah perdamaian. Bisa dikatakan sang Laksamana di daulat sebagai duta perdamaian yang dikirim sang kaisar.

Pada 1405, pelayaran muhibah dimulai. Sebanyak 62 kapal menyertai perjalanan sang Laksamana sebagai duta sang kaisar. Kapal sang Laksamana mulai melepas jangkar di pelabuhan Liujiang, pelabuhan yang ada di daerah Suzho, Cina. Tujuan pertama mengunjungi Champa. Kemudian terus berlanjut ke Sumatera, Palembang, Jawa, Srilanka dan Kalukut di India Barat.

Dari tujuh kali pelayaran besarnya, Cheng Ho sudah mengjungi selat Hormuz, Teluk Persi, Aden, Afrika, Mogadishu, Burawa atau Somalia dan Malindi. Seorang sejarawan angkatan laut Ingrris, Gavin Menzie, bahkan mengatakan, sejumlah kapal yang merupakan bagian dari armada muhibah Cheng Ho, pada 1421 telah mencapai benua Amerika.

Mengenai kematian Cheng Ho sendiri masih simpang siur. Ada yang mengatakan sang Laksamana yang meninggal dalam perjalanan dari Kalikut India, jenazahnya di larung di tengah samudera. Tapi sebagian mempercayai di kebumikan di bumi Semarang. Di Semarang, nama Laksmana Cheng Ho memang melekat.

Salah satu jejak paling terkenal dari Laksmana Cina itu adalah klenteng Sam Poo Kong. Letak klenteng ini sebenarnya gampang di cari. Karena terletak di jalur alternatif Semarang-Solo. Dari Tugu Muda, yang merupakan jantung kota Semarang, jaraknya juga tak terlalu jauh.

Salah satu sudut area dari komplek Klenteng Sam Poo Kong. Foto: akuratnews.com

Saya pernah datang ke klenteng Sam Poo Kong yang kerap disebut sebagai klenteng jejak sang Laksmana. Dari Tugu Muda, jika pakai mobil hanya butuh waktu sekitar 15 menitan untuk tiba di klenteng tersebut. Klenteng legendaris itu sendiri ada di jalan Pamularsih. Cukup mencolok keberadaannya, bila menemui bangunan berarsitektur China dengan warna merah mencolok di daerah tersebut, itulah klenteng Sam Poo Kong yang legendaris itu.

Ketika itu saat datang ke klenteng waktu sudah menunjukkan tengah hari. Hawa Semarang sedang panas-panasnya. Tiba di sana, pengunjung di area klenteng tak begitu ramai. Hanya ada serombongan turis, sepertinya dari negeri tirai bambu, karena bahasa bicara mereka menggunakan bahasa mandarin.

Waktu itu, untuk masuk ke area klenteng pengunjung dipungut bayaran Rp 3000 per orang. Entah sekarang. Itu tahun 2011. Sudah cukup lama. Mungkin sekarang sudah naik.

Begitu masuk, di depan area klenteng, terdapat bangunan yang corak arsitekturnya berbeda dengan bangunan lainnya yang semuanya bergaya arsitektur Cina. Bangunan itu mirip bangunan joglo, bangunan khas Jawa. Menurut petugas klenteng, bangunan itu adalah sebuah pendopo.

” Itu merupakan bangunan penerima tamu. Kalau hujan, para tamu juga bisa memakainya untuk berteduh,” katanya.

Lapangan atau plaza di tengah area Klenteng Sam Poo Kong. Foto: idntimes.com

Masih di area klenteng, ada sebuah lapangan lumayan luas menghadap ke tiga bangunan utama klenteng. Kata petugas, lapangan itu adalah sebuah plaza terbuka. Luasnya 1,6 hektar. Di ujung taman, ada beberapa patung gaya Cina. Pun tepat berhadapan dengan bangunan utama klenteng berdiri dua patung, kalau diamati mirip hakim Bao, lengkap dengan pakaian kebesarannya.

Bangunan utama klenteng sendiri ada ada di ujung selatan. Dinding bangunan semua bercat merah menyala. Atapnya, mirip dengan bangunan tradisional China. Klenteng utama itu sendiri luasnya sekitar 3834 meter.

” Itu digunakan untuk tempat sembahyang,” kata petugas klenteng yang menemani saya.

Kalau melihat bangunan klenteng, rasanya seperti di bawa ke atmosfir China zaman kekaisaran. Ada lapangan terbuka, dan bangunan di seberangnya. Yang menarik adalah tiang bangunan yang diukir dengan relief naga melingkar sedang menggenggam bola api. Tampak megah, dan kukuh.

Dalam bangunan, tampak seperangkat alat ibadah, seperti dupa dan meja sembahyang. Sayang tak sedang imlek, karena menurut petugas klenteng jika tiba hari raya Imlek, klenteng ini penuh dengan pengunjung yang hendak bersembahyang dan berziarah.

Di sebelahnya ada dua bangunan pendamping. Salah satunya, bernama unik, bangunan kyai Nudi. Atau bangunan pendamping Sam Poo Tay Jien. Di belakang klenteng utama, ada gua Sam Poo Khong. Gua itu, kata petugas klenteng terbilang baru. Luas gua 162 meter.

Klenteng itu sendiri, memiliki dua pintu masuk. Satu di utara yang ada pendoponya, satu di sisi selatan. Ketika saya mengunjungi klenteng itu, pintu sisi selatan yang tampak megah dengan gapura beratap arsitektur Cina di tutup rapat. Dekat pintu selatan, berdiri patung besar sang Laksmana Sam Poo Khong.

Patung itu sendiri, diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang sekarang sudah pensiun. Bagi pengunjung dari luar kota, disediakan juga penginapan dekat area klenteng. Sebenarnya, ada paket wisata klenteng lainnya, yaitu wisata ziarah, menengok dan masuk ke bangunan klenteng. Untuk itu pengunjung mesti membayar lagi tiket terusan sebesar 20 ribu per orang. Karena tiket seharga 3000 hanya bisa digunakan mengelilingi plaza terbuka, tapi tak bisa langsung menengok ke dalam bangunan utama.

Nah, bagi pengunjung yang ingin mengabadikan suasana dan rasa China masa lalu, bisa menggunakan jasa juru potret di sana. Dengan merogoh beberapa rupiah, pengunjung sudah bisa berpose lengkap dengan kostum ala bangsawan Cina di masa silam. Tinggal pilih latarnya, juru potret akan mengarahkan lensanya.

Di pendopo juga dijual cinderamata ala Cina, patung-patung dari keramik dengan sosok sang Laksmana. Sebelum menyambangi klenteng Sam Poo Khong, saya juga ketika itu sempat berkunjung ke klenteng tua lainnya di Kota Semarang, yaitu klenteng Thai Ket Shi atau Klenteng Tay Kak Sie. Klenteng ini kabarnya lebih tua dari pada klenteng Sam Poo Khong.

Klenteng Tay Kak Sie atau Klenteng Thai Ket Shi juga disebut klenteng jejak dari Laksamana Cheng Ho. Klenteng ini juga ada di Kota Semarang. Foto: haikaku.com

Letak Klenteng Thai Ket Shi ada di gang Lombok, di kawasan Pecinan Semarang yang dikenal dengan sebutan kawasan Semawis. Masuk klenteng Thai Ket Shi, tak di pungut bayaran. Atmosfir Cina tak kalah dengan klenteng Sam Poo Khong. Semawis sendiri adalah sebuah kawasan perkampungan yang dihuni oleh mayoritas masyarakat Thionghoa. Kawasan itu adalah kawasan wisata kuliner masakan tirai bambu.

Bahkan depan klenteng Thai Ket Shi, ada sebuah replika kapal besar, yang katanya itu adalah replika kapal sang laksmana. Kapal sang laksmana dikabarkan pernah merapat di sekitar klenteng Thi Ket Shi.

Jejak sang laksmana di Kota Semarang ada lagi, yaitu di sebuah kampung bernama Mangkang. Letak kampung itu ada di jalur pantura. Menurut cerita orang Pecinan Semarang, kenapa di sebut Mangkang, karena di kampung itu, ada kapal pendamping sang laksmana bernama Wangkang yang terdampar disana. Tapi kemudian orang Jawa, menyebutnya Mangkang.

Nah, bila kamu mampir ke Semarang, cobalah sempatkan waktu menengok jejak sang laksmana yang melegenda itu. Ya itung-itung berwisata sejarah, bahwa di Semarang pernah ada jejak sang laksamana besar dari China.

comments powered by Disqus

Related Posts

Kenangan Saat Pertama Kali Injakan Kaki di Gedung Tua Lawang Sewu Semarang

Lawang Sewu, adalah salah satu ikon wisata di Kota Semarang. Lawang Sewu adalah sebuah gedung tua peninggalan kolonial Belanda. Namanya terkenal saat ada program di sebuah stasiun televisi mengulasnya.

Read more

Mangut Kepala Ikan Manyung Bu Fat yang Bikin Lidah Bertekuk Lutut

Jika sedang melancong ke Kota Semarang, saya sarankan untuk singgah ke Warung Kepala Ikan Manyung Bu Fat. Pasti, tidak akan kecewa.

Read more

Kompleks Candi Muaro Jambi, Jejak Sriwijaya di Kota Jambi

Sebelum berkembang menjadi negara republik seperti sekarang ini, Indonesia dikenal sebagai daerah kerajaan yang wilayahnya tersebar di berbagai pelosok negeri. Diantaranya ada di Provinsi Jambi.

Read more