Singgah ke Warung Gudeg Yu Djum Bareng Pak Menteri

Ini catatan perjalanan saya saat meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ke Yogyakarta tahun 2018. Saya sebut kegiatan liputan ini catatan perjalanan, karena tak melulu hanya cari berita. Tapi sambil liputan, sambil kuliner dan jalan-jalan. Ibaratnya, berita didapat. Perut dan lidah pun dimanjakan.

Ceritanya begini. Ketika itu, kalau tak salah, hari Senin pagi, saya ditelpon Pak Acho Maddaremmeng. Dia, saat itu Kabag Humas Kementerian Dalam Negeri (Humas Kemendagri). Sekarang, ia sudah naik jabatan jadi Asisten Deputi di Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Kata Pak Acho ketika itu, saya diminta untuk ikut ke Yogyakarta. Katanya meliput kegiatan Pak Menteri yang hendak menghadiri acara di kota gudeg tersebut.

Kata Pak Acho, penerbangan ke Yogyakarta pukul 18.15 WIB. Katanya, Mendagri akan terbang ke Yogyakarta dari Bandara Halim. Saya katanya, akan terbang satu pesawat dengan Mendagri. Pak Acho juga wanti-wanti, agar  saya  tiba di Bandara Halim, paling lambat pukul 17.00 WIB. Kata dia, agar ada waktu kosong untuk sekedar ngopi dan ngobrol, sebelum terbang ke Yogyakarta.

Siang terus bergerak. Hotel Alana ditinggalkan. Rencananya, dari hotel itu akan langsung meluncur ke bandara. Tapi, sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengajak mampir dulu ke rumah Cornelis Lay, dosen senior Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga sahabatnya. Sayang, Cornelis tak lagi di rumah. Hanya ada kakaknya yang menunggu rumah. Menurut keterangan kakaknya, Cornelis masih mengajar di UGM.

Gudeg Yu Djum, sumber : Gudegyudjumpusat.com

Karena sahabatnya tak ada di rumah, acara bertamu pun batal. Setelah menitip buku, tiga mobil yang membawa Mendagri dan kami kembali bergerak. Mobil pertama ditumpangi Mendagri bersama ajudannya. Saya ada di mobil kedua bersama Pak Acho, Arjuna, wartawan Majalah Keadilan, dan Acang, staf Pak Acho. Mobil ketiga, ditumpangi staf Pak Acho lainnya, Setyo.

Sebelum ke bandara, Pak Menteri  mengajak makan siang dulu.  Sejak dari hotel, tempat menginap, Mas Hadi, ajudan Pak Menteri sudah mengonfirmasikan bahwa bosnya akan mengajak makan siang di rumah makan ayam panggang langganannya. Sayang saya lupa mencatat nama rumah makan ayam panggang tersebut.

Ternyata, setelah putar-putar,  rumah makan ayam panggang, sudah tak ada lagi. Rumah makan itu sudah pindah tempat, agak jauh jaraknya dari tempat yang lama. Tempat makan siang pun diubah. Rumah makan Gudeg Yu Djum, akhirnya yang dipilih untuk mengisi perut yang memang sudah keroncong dari tadi.

Siang itu, saat kami tiba, rumah makan Gudeg Yu Djum sedang penuh pengunjung. Parkiran penuh. Mobil pun tak dapat tempat parkir. Terpaksa mobil  diparkir dulu di area parkir sebuah toko yang jual oleh- oleh. Toko oleh-oleh ini, ada di sebelah warung Gudeg Yu Djum.

Setyo, diminta Pak Acho  membeli satu dus bakpia untuk oleh oleh bagi teman-teman wartawan yang biasa nongkrong press room Kemendagri. Dari awal siang, Carlos, seorang wartawan media cetak yang juga teman liputan di Kementerian Dalam Negeri, wanti-wanti agar  dibawain oleh-oleh. Katanya, makan bakpia enak rasanya.

Nasi Gudeg Telur Ayam

Saat masuk warung Pak Menteri sudah duduk di pojok warung. Suasana warung Gudeg Yu Djum riuh dengan pembeli. Kami pun diminta duduk satu meja dengan Pak Menteri. Tidak lama, pelayan datang membawa lembar daftar menu. Pak Menteri terdengar menyebut menu pesananya. Nasi gudeg, krecek dan kepala ayam, itu menu yang dipesan Pak Menteri.

Sementara saya pesan, nasi, plus gudeg, telor dan ati ampela. Arjuna pun memesan menu yang sama. Minumannya, saya pesan es teh manis, karena siang itu, hawa memang terasa menyengat. Segelas es teh manis, setidaknya bisa sedikit menyegarkan badan.

Pelayan pun pergi setelah mencatat pesanan kami. Tidak berapa lama,  pelayan datang lagi, membawa beberapa gelas. Ternyata, pesanan minuman dulu yang diantar. Tidak sabar, saya langsung menyeruput es teh manis. Segar rasanya saat dingin es teh manis masuk ke kerongkongan.

Selang beberapa menit, pesanan nasi gudeg pun datang. Nasi gudeg diwadahi dalam piring yang terbuat dari anyaman rotan, yang di alami oleh daun pisang. Karena lapar, setelah berdoa, saya langsung menyantap nasi gudeg pesanan.  Saat makan saya ingat istri. Nasi gudeg Yogya, salah satu makanan favoritnya. Kata istri saya, gudegnya yang manis, itu yang paling dia suka.

Saya lirik Pak Menteri di depan saya. Orang nomor satu di Kemendagri itu serius sekali menyantap menu nasi gudegnya. Bahkan dengan tangan telanjang, tanpa sendok dan garpu. Tidak berapa lama, nasi gudeg saya ludes, sudah berpindah ke dalam perut. Arjuna pun, saya lirik sudah menyudahi acara makannya. Pun Pak Menteri. Ia tampak beranjak ke wastafel untuk cuci tangan. Setelah cuci tangan, Pak Menteri kembali ke meja.

Sambil duduk,  merasakan perut kenyang, Pak Menteri membuka obrolan. Ia banyak bercerita, tentang masa kecilnya di Semarang. Banyak kisah yang dituturkannya, mulai dari yang lucu, sampai sedikit nakal. Tak lupa, ia juga sempat menyinggung isu-isu politik yang sedang aktual. Saya dan Arjuna, serius menyimak. Sesekali kami menimpali dan bertanya.

Via WhatsApp, Mas Hadi ajudannya Pak Menteri memberi tahu. Katanya  nanti, saat pulang ke Jakarta, saya dan Arjuna akan duduk satu deret kursi dengan Pak Menteri. Waduh, bakal kikuk ini, kata saya dalam hati. Tapi tak apalah, setidaknya saya sudah singgah ke Gudeg Yu Djum. Warung gudeg legendaris. Terima kasih Pak Menteri…

comments powered by Disqus

Related Posts

Kenangan Perjalanan ke Ciparay, Pinggiran Kota Kembang yang Masih Asri

Alam asri dengan udara segar di kota memang sudah menjadi barang yang mahal. Di sekitar kota, hijaunya pesawahan dan semilir angin nyaris tak ada lagi.

Read more

Hakone, Kota Tua Bersejarah Dengan Hamparan Panorama Yang Indah

Berpesiar di Danau Ashi dan Berfoto Di Gerbang Torii Yang Mengambang Di Atas Air Terletak tidak jauh dari kota Tokyo, Hakone terkenal dengan sejarah dan keindahan alamnya.

Read more

Menikmati Bakso Legendaris Langganan Menteri

Tugas kerja keluar kota memang selalu menyenangkan. Karena pasti, banyak yang bisa dicatat, sebagai catatan perjalanan. Apalagi bila sudah tiba waktunya memuaskan perut.

Read more