Mie Ayam Sulthan Sawangan, Murah Meriah Tapi Rasa Tak Murahan

Satu siang, entah kena angin apa, tiba-tiba istri ingin mie ayam. Dia tak sedang ngidam. Sebab tidak sedang hamil. Karena keinginan istri wajib dilaksanakan, maka saya pun keluar dari rumah. Padahal, saat itu gerimis tipis sedang turun merinai.

Hawa juga tidak panas, tapi sejuk. Dari pagi, gerimis turun ritmis, tidak juga jadi deras. Terus begitu. Setia dari pagi, hingga menjelang siang. Tetap turun sebagai gerimis.

Jalan di komplek perumahan tempat saya tinggal basah meski tak becek. Hawa sejuk menerpa wajah. Menelusup lewat sela jas hujan yang saya pakai. Perumahan tampak lengang. Padahal hari libur. Mungkin karena hujan, maka banyak yang malas keluar rumah.

Awalnya, warung mie ayam yang saya tuju, yang ada di jalan menuju Pasir Putih. Tapi, siang itu, ketiba tiba di sana, warung mie ayam yang biasa jadi langganan saya tutup. Tidak buka. Saya pun putar balik. Sempat tanya ke satpam perumahan. Kata Pak Satpam, di dekat sekolah swasta, tidak jauh dari perumahan, ada tukang mie ayam yang mie ayamnya enak. Katanya, ia sudah sering makan mie ayam di sana. Rasanya enak.

Mie ayam Sulthan, salah satu mie ayam enak di Kota Depok. Foto : dokumen pribadi

Dengan berbekal informasi dari Pak Satpam, saya pun meluncur ke lokasi yang disebutkannya. Hanya beberapa menit saja saya sudah tiba di lokasi. Tampak sebuah gerobak yang jadi jualan mie ayamnya. Gerobak sederhana. Mie ayam Sulthan namanya. Karena gerimis masih turun, tanpa basa-basi, saya langsung pesan mie ayam plus bakso.

Dengan cekatan, si penjual mie ayam, seorang lelaki muda meracik pesanan saya. Segumpal mie ia cemplungkan ke panci besar alumunium yang ditaruh di gerobaknya. Panci berisi air panas. Dengan cekatanya pula, ia memasukan potongan sawi hijau. Lalu meracik bumbu mie ayam. Gaya meraciknya cukup lincah. Apalagi pas menuangkan cairan coklat dalam botol, semacam kecap asin.

Tidak lama, mie ayam pesanan saya sudah jadi. Sekilas saya melihat potongan daging ayam yang berbalut kuah coklat. Potongan daging ayamnya cukup besar. Tidak tipis-tipis. Setelah beres membayar, saya langsung tancap gas menuju rumah. Gerimis masih turun. Belum juga reda. Sayang hari itu, saya tak bawa handphone. Jadi tidak bisa motret penampakan dari penjual mie ayam.

Tiba di rumah, istri tak sabar ingin segera mencicipi. Mie ayam langsung dituangkan dalam mangkuk. Mienya tampak menggoda. Apalagi kuah dan potongan daging ayamnya. Dengan sedikit tergesa, istri saya mengaduk mie, agar bumbu mie ayam meresap dalam mie. Saus dan sambal ditambahkan. Setelah itu, dengan pakai sumpit, istri saya mencicipinya. Satu buntalan mie yang sudah berbalut bumbu, disuapkan ke dalam mulut.

Walau warungnya sederhana, mie ayam Sulthan cukup punya banyak pelanggan. Foto: dokumen pribadi

Ia terdiam sejenak, seakan ingin merasakan sensasi rasanya. Enak atau tidak. “Enak ini mie ayamnya, kok agak lain rasanya dari biasanya. Ini beda penjualnya ya?” Tanya istri saya, sambil kembali menggumpalkan mie pakai sumpit.

” Iya ini yang depan sekolah Al Araf, yang di dekat Pasir Putih tutup tidak buka,”jawab saya.

Sejak saat itu, istri langganan pesan mie ayam Sulthan mungkin langsung jatuh cinta pada santapan pertama. Ketika yang kedua kali mampir di mie ayam, kali ini saya bawa handphone. Jadi bisa sedikit memotret penampakan warung mie ayam yang telah bikin istri saya jatuh cinta.

Warung mie ayam sederhana saja. Berjualan tepat di halaman sebuah toko yang terletak di salah satu kompleks rumah toko. Halaman toko itu yang disulap jadi warung. Ada meja panjang, untuk pembeli yang ingin makan di tempat. Di depannya, sebuah gerobak tempat si penjual meracik mie ayamnya. Sederhana saja warungnya.

Di depan warung, tepat di seberang hanya terpisah satu ruas jalan kecil berdiri SMP Al Araf, salah satu sekolah menengah swasta di Sawangan, Depok. Menurut si penjual mie ayam, lokasi warungnya yang tepat di depan sekolah, membuat banyak pembeli yang mampir. Dari mulut ke mulut, mereka yang mampir dan mencicipi lantas mempromosikan mie ayamnya. Sejak saat itu, yang datang bukan hanya mereka yang hendak menjemput anak sekolah, tapi juga yang sengaja ingin merasakan mie ayamnya.

Penjual mie ayam Sulthan juga sudah memanfaatkan aplikasi Go Food untuk menjangkau pelanggannya lebih luas lagi. Foto: dokumen pribadi

Makin ramai, sejak ia juga buka pesanan lewat layanan Go Food, aplikasi pesan makanan yang dimiliki Gojek. Katanya, sejak gabung dengan Go Food, pesanan mulai ramai. Banyak yang pesan pakai Go Food. Biasanya siang atau sore, banyak tukang ojek online datang mengambil pesanan mie ayam di warungnya.

“Sejak gabung dengan Go Food, Alhamdulillah mas, pesanan makin ramai,” katanya sambil tersenyum lebar.

Ya, harus diakui, keberadaan Go Food memang sangat membantu para penjual kuliner. Tidak hanya pengusaha kuliner kelas restoran, penjual makanan kelas kaki lima pun kecipratan berkah dari adanya aplikasi Go Food. Terima kasih setinggi-tingginya pantas diberikan untuk Mas Nadiem Makarim, pendiri Gojek. Karena lewat layanan aplikasi pesan makanannya kini banyak penjual kuliner kelas kaki lima bisa menjangkau pelanggan lebih luas lagi, tanpa perlu buka cabang.

Menu mie ayam Sulthan juga variatif. Ada menu mie ayam biasa, mie yamin, mie ayam bakso, mie ayam ceker, mie ayam pangsit rebus dan mie ayam komplit. Soal harga, murah meriah. Tapi rasa, dijamin tidak murahan alias enak dan nendang.

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more