Secangkir Kopi dan Biru Pantai di Tepi Senggigi

Ngopi sambil menikmati pemandangan birunya Pantai Senggigi di Kafe Alberto

Ngopi sambil menikmati pemandangan birunya Pantai Senggigi di Kafe Alberto

Saya suka ngopi. Mereguk kopi, bisa dikatakan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan saya. Apalagi saya bekerja di media yang diburu deadline tiap hari. Kopi jadi teman kala mengetik berita. Rasanya, mengetik berita sembari ditemani secangkir kopi, jadi kenikmatan tersendiri.

Tentang ngopi, saya punya cerita menarik tentang sebuah tempat ngopi yang menurut saya sungguh eksotis. Tempat ngopi eksotis itu ada di Lombok Barat, tepatnya di kawasan Senggigi, salah satu kawasan wisata paling terkenal di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ceritanya, ketika itu saya dapat undangan dari Kementerian Dalam Negeri, untuk meliput agenda Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak menghadiri puncak acara Hari Pers Nasional (HPN) 2016 yang memang digelar di NTB. Acara HPN 2016 sendiri akan dihadiri juga oleh Presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya.

Saya sendiri, bersama beberapa staf Humas tiba satu hari sebelum Menteri Tjahjo datang. Selain saya, ada beberapa wartawan lain yang juga diajak. Karena masih ada waktu kosong, begitu tiba di Lombok, kami bingung mau ngapain. Tiba-tiba, Pak Acho Maddaremmeng, Kepala Bagian Humas Kemendagri mengajak kami ngopi ke satu kafe yang kata dia sangat menarik.

Sebelumnya sempat singgah dulu di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang juga ada di daerah Praya. Lalu makan siang di rumah makan Taliwang Irama, menikmati nikmatnya ayam taliwang dan pedasnya kangkung plecing. Usai makan siang itulah, Pak Acho mengajak ke Senggigi. Ke kafe yang menurutnya menarik dan layak dikunjungi.

Sayangnya, ia agak lupa nama kafe tersebut. Namun katanya, dia masih hapal di mana letak kafe itu. Kafe itu, ada di Senggigi. Maka, meluncurlah kami ke sana. Dalam perjalanan menuju Senggigi, Pak Acho bercerita tentang kafe favoritnya itu. Kata dia, kafe itu sangat menarik, karena langsung menghadap ke pantai. Pemandangannya pun indah. Apalagi kalau datang lalu nongkrong di sana saat malam hari. Romantis sekali, kata Pak Acho.

Sampai daerah Senggigi, Pak Acho minta supir yang membawa kami untuk menjalan mobil agak perlahan. Pak Acho takut, kafe yang dicarinya terlewat. Mobil pun bergerak perlahan. Pak Acho yang duduk di depan samping supir, sibuk memperhatikan sisi kiri jalan. ” Saya masih ingat, kafe itu ada di sisi kiri jalan. Agak lupa saya letaknya. Mungkin sudah setahun lebih saya tak ke sana lagi,” kata dia.

Sambil sibuk mencari letak kafe, Pak Acho kembali bercerita. Kata dia, dulu waktu pertama datang ke kafe tersebut, ia langsung jatuh cinta. Katanya, kafe tersebut tempatnya enak. Pemandangannya indah. Makanan serta minumannya pun lengkap. ” Kopi Lomboknya nikmat sekali,” kata Pak Acho.

Sampai kemudian, setengah berteriak ia meminta supir memperlambat kecepatan mobil. Tangannya menunjuk-nunjuk sebuah plang. “Itu dia cafenya,” kata Pak Acho dengan senangnya.

Di depan nampak sebuah plang warna putih bertuliskan “Kafe Alberto Bed and Breakfast”. Itulah penanda Kafe Alberto yang dicari Pak Acho.

“Kafe Alberto namanya. Ya itu kafenya. Sekarang ingat saya namanya, Kafe Alberto,” kembali Pak Acho berkata, setengah menyerocos.

Laut, pasir pantai dan batu karang, salah satu sudut Kafe Alberto

Mobil pun perlahan masuk ke halaman kafe. Kafe Alberto memang agak tersembunyi. Plangnya tak terlalu mencolok. Turun dari mobil, kami langsung masuk ke kafe lewat selasar yang dinaungi semacam tumbuhan merambat. Halamannya pun cukup rindang dengan pepohonan. Keluar dari selasar, meja bar langsung terlihat. Botol-botol minuman berderet di belakang meja bar.

Meja bar langsung berhadapan dengan sebuah kolam renang. Di ujung kolam renang, menghadap langsung ke pantai, ada sebuah saung. Meja kursi di tata sedemikian rupa di dalam saung.

” Wah, Pak Acho tak salah pilih. Tempatnya enak sekali ini,” kata saya.

” Iya mas, enak-kan tempatnya,” jawab Pak Acho.

Kami pun langsung menuju saung. Kafe tak terlalu ramai. Mungkin karena masih siang. Setelah duduk di kursi, mata langsung melirik ke samping saung. Di samping saung, turis-turis bule sedang asyik santai tiduran di kursi-kursi yang dipajang berderet.

Di naungi pohon waru yang tumbuh rindah berjejer sepanjang pinggir pantai, para turis asyik leyeh-leyeh. Mereka sama sekali tak terganggu dengan kedatangan kami. Sebagian ada yang khusuk membaca sambil tiduran. Sebagian lainnya seperti tertidur. Angin dari laut yang berhembus sepoi-sepoi, mujarab mengusir terik. Di naungi pohon waru, para turis bule pun seperti dininabobokan.

Lautan di depan tampak biru. Ombaknya berkejaran menjilati pasir pantai yang bersih. Di sebelah kanan terlihat gunungan kecil batu-batu karang. Di atas batu karang itu, beberapa orang sedang asyik memancing.  Di sebelah saung, tertancap bilah-bilah batang bambu. Di atasnya terdapat sumbu. Bilah batang bambu yang ditancapkan berjejer, berfungsi sebagai obor. Wah, saya pun langsung membayangkan bagaimana jika datang ke kafe itu malam hari. Pasti sangat romantis. Ngopi di terangi nyala obor. Dan dihibur oleh debur ombak pantai.

Para Turis Leyeh-leyeh di sisi Kafe Alberto

Saya tersenyum sendiri membayangkan itu. Sampai kemudian pelayan kafe datang membuyarkan itu semua. ” Eh mas, mau pesan apa?” terdengar Pak Acho bertanya.

Seorang pelayan tampak menunggu sambil memegang buku pesanan. Pak Acho menyodorkan daftar menu. ” Kopi Lombok mas. Kamu harus nyobain,” kata Pak Acho memberi saran.

” Ya Mbak, saya pesan Kopi Lombok,”  kata saya. Si Mbak pelayan langsung sigap mencatat pesanan. Sementara yang lain lebih memilih minuman dingin. Mungkin karena terik, meski angin datang sepoi-sepoi menerpa wajah.

Ikbal, salah satu staf Humas yang juga ikut, tiba-tiba langsung membuka baju dan celana. Dengan hanya bercelana pendek, Ikbal langsung berlari menuju pantai. Dan langsung byurr nyebur ke laut.

” Gila Ikbal, tak bisa lihat pantai Indah, langsung nyebur saja,” terdengar Bang Ken, salah seorang wartawan media online yang juga ikut tiba-tiba nyeletuk.

Dari saung, terlihat Ikbal dengan riangnya berenang di pantai. Tidak berapa lama, pesanan datang. Pelayanan langsung meletakan satu ceret porselin warna putih bersama cangkirnya tepat di depan saya. ” Ini Kopi Lomboknya Mbak?” tanya saya.

” Ya Mas, ini Kopi Lomboknya” jawab si pelayan.

Tidak sabar, saya langsung menuangkan kopi ke dalam cangkir. Wangi kopi pun langsung meruap, begitu saya tuangkan. Benar-benar wangi. Setelah ditambah gula secukupnya, saya langsung menyeruputnya dengan perlahan. ” Gimana mas, nikmat kan?” tiba-tiba Pak Acho bertanya.

” Wah Pak nikmat sekali. Kopinya wangi, pemandangannya indah, sempurna pokoknya. Tapi lebih sempurna kalau datang malam hari he.he.he,” ujar saya.

Kolam renang mungil di Cafe Alberto

Kolam renang mungil di Kafe Alberto

Di sana, saya sempat berbincang sebentar dengan pelayan kafe. Ternyata, menurut penuturan si pelayan, Kafe Alberto tak hanya sebuah tempat makan dan minum. Tapi, Kafe Alberto juga menyediakan kamar untuk tempat menginap. Hanya saja jumlah kamar terbatas. Hanya ada empat kamar yang disediakan. Jadi bila ingin cari tempat nginap dengan suasana yang lebih privasi, Kafe Alberto bisa jadi pilihan. ” Di sini cuma ada empat kamar,” kata si pelayan.

Iseng-iseng saya bertanya tentang tarif menginap di sana. Menurut si pelayan, tarif menginap bila low seasion hanya 800 ribuan. Tapi bila peak seasion atau musim liburan, tarif semalam menginap,  bisa mencapai 1 jutaan.

” Tarifnya  810 ribu kalau low sesssion. Tapi kalau musim liburan atau akhir pekan, bisa  900 ribu sampai 1 jutaan,” katanya.

Biasanya kata dia, saat weekend, kamar terisi penuh. Jadi, kalau mau menginap saat weekend  atau musim liburan harus pesan jauh-jauh hari. Jika tak begitu, kamar sudah ada yang booking. Kata dia, rata-rata yang menginap di Albertos Kafe adalah orang bule.

Nah, bagi yang mau ke Lombok, apalagi bila penggemar kopi, saya sarankan coba singgah di Albertos Kafe. Atau kalau mau menginap, tidak ada salahnya nginap di sana. Sepertinya tak rugi. Sebab, pemandangan serta suasana di Alberto Kafe benar-benar bikin nyaman. Kafe tersebut, menurut saya layak jadi tempat berlibur. Alberto Kafe sendiri ada di Jalan Raya Senggigi, Batu bolong, Lombok NTB. Dari kota Mataram ke Alberto Kafe mungkin hanya memakan waktu 45 menitan. Tapi jika jalan lagi padat, bisa 1 jam-an.  Posisi kafe sendiri, jika dari arah Kota Mataram, ada di sebelah kiri. Tak terlalu mencolok penandanya. Plang penanda kafe pun, kecil saja.

 

comments powered by Disqus

Related Posts

D’Praya, Hotel Nan Tenang di Tengah Sawah

Ilustrasi pesawahan di Lombok (Credit: travellombok.id) Nusa Tenggara Barat (NTB), provinsi yang jaraknya mungkin hanya sepelemparan batu dari Pulau Dewata Bali, kini telah jadi tujuan wisata favorit para wisatawan.

Read more

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more