Melancong ke Pekalongan, Jangan Lupa Singgah ke Pasar Setono

Ini catatan lawas perjalanan saya. Catatan perjalanan yang coba disegarkan kembali dari ingatan. Catatan saat saya singgah di Pekalongan, sekitar tahun 2011.

Ketika itu, saya ditugaskan kantor meliput suasana menjelang musim mudik lebaran tiba. Jadi, sudah tiba bulan puasa. Hanya saja saya ingat, saya ditugaskan bukan saat menjelang lebaran tiba, di mana jalur Pantura akan sesak dengan para pemudik.

Saya masih ingat, saat itu tol Cipali yang sampai terhubung ke Jawa Timur belum rampung. Presidennya pun belum Pak Jokowi. Masih Pak SBY.

Waktu itu, saya menuju Pekalongan lewat jalur jalan raya Pantura, jalan tua yang menghubungkan provinsi di Pulau Jawa. Karena belum masuk musim mudik, meski sudah bulan puasa, jalur Pantura ketika saya ke Pekalongan, kendaraan yang hilir mudik masih didominasi oleh mobil-mobil berukuran besar, seperti bis dan truk kontainer.

Pasar Setono, mirip dengan Pasar Tanah Abang di Jakarta, hanya saja tak semegah pusat grosir pakaian di ibukota itu dan lebih banyak batik yang dijual. Foto: Tourism.pekalongankota.go.id

Sebelum mengulas lebih lanjut soal catatan perjalanan saya ke Pasar Setono, saya sedikit ingin memberi informasi tentang pasar yang terkenal di Pekalongan ini. Pasar Setono adalah sentra batik yang paling terkenal di Pekalongan.  Sebuah pasar yang jadi pusat kulakan macam-macam batik. Ya, mirip dengan  Pasar Tanah Abang. Tapi di Pasar Setono, yang banyak dijual adalah batik. Bukan macam-macam pakaian dan celana seperti di Tanah Abang. 

Walau ada juga yang jual pakaian selain batik. Dan, jangan dibayangkan Pasar Setono itu gedungnya megah seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta. Bangunan pasar tak begitu megah. Bahkan ketika saya datang ke sana, masih sederhana.

Nah,  Pasar Setono sendiri tepat berada di pinggir jalan Pantura. Ancer-ancernya bila mengarah dari Jakarta, maka pusat batik Pekalongan itu ada di sisi kiri. Tapi jika melaju dari Semarang, maka Pasar Setono posisinya ada diseberang kanan jalan.

Menempati gedung yang cukup tua usianya, saat musim mudik lebaran, Pasar Setono akan ramai dikunjungi pemudik yang ingin membeli batik khas Pekalongan. Foto: Tourism.pekalongankota.go.id

Pasar Setono, lokasi tepatnya ada di Jalan Dr. Soetomo, Pekalongan. Nama lengkapnya Pusat Grosir Setono. Sebenarnya ada lagi pasar batik Setono yang ada di Jalan Hasyim Asy’ari. Tapi yang saya kunjungi adalah Pasar Setono yang ada di Jalan Soetomo.

Karena letak pasar yang berada di pinggir Pantura, membuat Pasar Setono, mudah diakses oleh pengunjung dari arah Tegal atau sebaliknya. Bangunan pasar sendiri, di bagi dua area. Satu gedung lama, dan satunya gadeung baru. Saat saya berkunjung ke sana tahun 2011, suasana di Pasar Setono belum begitu ramai. Pengunjung juga tak terlalu banyak hilir mudik keluar masuk los-los batik

Seorang petugas parkir, di Pasar Setono, mengatakan, bahwa pasar lama, dulunya adalah sebuah pabrik. Sementara sebelahnya, deretan rumah toko bercat merah, belum terlalu lama di bangun.

” Sebenarnya sama saja. Harga di sana (yang baru) juga sama dengan di sini (yang lama). Bahkan ada kios yang buka di sini, buka juga disana,” katanya sedikit menerangkan.

Tapi nuansa bahwa tempat itu adalah pusat grosir batik, memang sangat terasa. Baju batik bergantungan depan los-los. Hampir semua batik, kalau pun ada jenis baju lain, misalnya baju kaos, tetap bernuansa batik.

Saya saat itu sempat  mengeliling Pasar Setono yang ada di gedung lama. Ternyata tak terlalu luas. Hanya dua bagian saja. Bagian dereten los di depan, dan deretan lainnya di belakang. Di belakang, berjejer beberapa pohon peneduh dengan kursi panjangnya. Sambil duduk, bisa meneliliti mungkin ada batik yang ditaksir yang di pamerkan para penjual batik di deretan los bagian belakang pasar.

Ketika itu saya juga sempat mengobrol sebentar dengan salah seorang penjaga sebuah kios batik yang ada di sana. Jika tak salah namanya Mbak Fitri. Mbak Fitri menerangkan beberapa baju batik dengan perbedaan kualitasnya. Kata dia untuk batik dengan corak serat kayu, lumayan mahal, sekitar 125 ribuan satu bajunya.

Harga baju batik di Pasar Setono cukup terjangkau kantong. Modelnya pun tak ketinggalan zaman. Foto : Tourism.pekalongankota.go.id

Sementara batik di bawah itu, kisarannya berharga 45 sampai 85 ribuan. Namun ada yang lebih murah lagi, batik-batik di bawah harga 40 ribu. ” Baju-baju anak berbahan kaos misalnya, rata-rata harganya 25 ribuan,” katanya.

Beberapa toko, tampak mengobral batik-batiknya. Ditempatkan di kotak, baju-baju batik di obral satu bajunya hanya 25 ribu rupiah. Kata Mbak Fitri, baju-baju batik itu dipasok dari beberapa pengrajin batik di Pekalongan. Musim ramai belanja batik, biasanya menjelang lebaran. Karena ada di sisi Pantura, Setono juga menjadi tujuan dari para pemudik yang hendak melanjutkan perjalanan ke kampung halamannya.

” Nanti kalau sudah mendekati lebaran, banyak pemudik yang mampir kesini membeli batik-batik untuk oleh-olehnya. Banyak yang borong,” katanya.

Masih menurut Mbak Fitri, mulai dari H-4 sampai menjelang lebaran dan saat arus balik, pengunjug Pasar Setono baru akan ramai. Menjelang sore sampai malam, biasanya para pembeli datang ke Pasar Setono.

Mengenai harga memang ada perbedaan, antara yang membeli kodian atau grosiran dengan satuan. Jika beli banyak maka akan ada diskon harga yang cukup lumayan. Bahkan bila memborong banyak, tapi tak membawa kendaraan yang cukup untuk mengangkutnya, pihak penjual menyediakan jasa layanan kirim, lewat perusahaan pengiriman barang yang ada di pasar tersebut.

Batik tak selalu identik dengan pakaian yang ketinggalan jaman. Saat saya datang kesana dan melihat batik-batik di Pasar Setono, model batik yang dijual tak kalah trendi. Bahkan menjadi model yang khas, karena memadukan yang tradisional dengan yang sedang in.

Jadi tak perlu malu memakai batik. Terlebih batik sudah mendunia. Tokoh Afrika saja, Nelson Mandela, selalu berbatik ria. Pun mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton pernah mengenakan batik, dan terlihat elegan.Terlebih sekarang batik sekarang bisa dipadu padankan dengan terusan bawah apa saja. Bagi yang berjilbab, tersedia gamis bermotif batik. Atau baju muslim dan koko dengan nuansa batik. Nah, bagi kamu pencinta batik, dan kebetulan hendak melancong ke Pekalongan, sebaiknya pakai saja jalur Pantura. Jadi bisa singgah ke Pasar Setono. 

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more