Tour to Bali: Day 3

Hari ketiga tidak ada pantai-pantaian. Beruntung saya sudah lumayan puas main ombak di Dreamland, tapi masih pengen…. Rencana hari ini adalah ke tempat jauh. Sukawati, Goa Gajah, Kintamani, Tampak Siring, Besakih.

Pasar Seni Sukawati

Sengaja pagi-pagi sudah ke pasar Seni Sukawati supaya lebih leluasa belanja, katanya pasar ini tutup jam 17:00. Disini katanya bisa dapet berbagai macam souvenir dengan harga miring. Walaupun harga pertama yang ditawarkan adalah harga bandara, tapi jika kita lihai dan alot dalam menawar bisa dapet sampai 1/4 dari harga pertama!!

Makanya jangan malu-malu nawar disini, biarpun cowok, apalagi yang bokek harus berjuang setengah mati. Disini saya hanya beli beberapa baju dan kain bali saja, oh iya dan salak bali yang 5 kilo tp ternyata cuman 3 kilo ketika ditimbang di bandara,

Kintamani

Setelah dompet menipis di Sukawati, perjalanan di lanjutkan ke Kintamani, tapi sebelumnya mampir dulu ke Goa Gajah, saya gak tau objek wisata ini ada di dalam daftar kunjung atau nggak, tapi karena satu arah ya tiada salahnya mampir. Jangan bayangkan ada gajah hidup disini. Yang ada hanya goa penginggalan ribuan taun silam. Di dalam goa gajah (beneran ada goa) terdapat arca Ganesha. Tidak banyak yang bisa diceritakan disini.

Tibalah kita di Kintamani, pemandangan Danau Batur diantar gunung-gunung itu sangat indah. Sayangnya sikap penjual souvenir (penduduk?) disana sangat tidak simpatik. Belum turun kita dari mobil sudah diburu oleh penjaja souvenir dari mulai yang jualan baju, anak catur, gelang dan kalung sampe yang nawarin bikin tato sementara. Dan mereka nawarin barannya begitu agressif, barang disodorin ke muka sambil harga dia turunin terus menerus sampai ke level harga paling bombastis.

Jadi inget yang jualan buah-buahan dulu di terminal Cicaheum kayak gitu, kesannya rada maksa. Boro-boro tertarik pengen beli, orang dikerumunin gitu ya pengennya menghindar, jadinya kurang puas menikmati pemandangan Danau Batur. Kita pun hanya sebentar disana dan meneruskan perjalanan dengan sedikit kecewa.

Istana Tampak Siring

Tujuan selanjutnya adalah Istana Tampak Siring, namun karena peristiwa Bom Bali, tempat ini tidak dibuka lagi untuk umum. Akhirnya tour guide mengajak kita ke anak Istana Tampak Siring (ada anaknya loh..), gak tau namanya apa. Tapi disana ada mata air yang sangat jernih namanya Tirta Empul. Banyak sekali penduduk Bali yang sedang melaksanakan upacara keagamaan disana. Mereka mandi bareng di pancuran yang berasal dari mata air Tirta Empul tersebut.

Pura Besakih

Dari Tirta Empul perjalanan dilanjutkan ke kompleks Pura Besakih, konon katanya Besakih merupakan kompleks pura terbesar di Bali. Mobil tour kami tidak diperbolehkan masuk kawasan Besakih, jadi pilihannya harus jalan kaki atau sewa ojeg penduduk setempat. Karena memasuki pura kita juga diwajibkan memakain kain (yang pakai celana panjang juga).

Tidak seperti pura lain yang kain dipinjamkan secara gratis, disini harus sewa 5000, tidak termasuk tiket masuk. Selain itu kita juga harus sewa guide lokal untuk menemani perjalanan ke Besakih (padahal Pak Dewa juga udah cukup). Ya itulah hawa komersil sangat pekat disini, saya gak tau ini pertanda baik atau buruk.

Jalanan menuju pura dari tempat tiket sangat jauh, hampir 1 Km, menanjak, lumayan buat olahraga. Ketika hampir menuju salah satu pura, beberapa anak kecil dengan baik hati ngasih bunga. Saya berfikir oh syukurlah anak-anak lucu ini tidak se-komersil orang dewasanya.Tapi beberapa langkah kemudian sebuah tangan kecil terbuka dihadapan saya, ‘Pak kasih dong pak..’ oh ternyata anak yang tadi ngasih bunga, yeee ternyata bunganya mesti bayar.

Ada yang gak ngasih dimaki-maki sama dia. Ah ya udah saya kasih aja, jarang-jarang ini kan. Eh, ternyata setelah itu muncul lagi anak lain dengan paksa naruh bunga di ikatan kain saya. Yang ini saya cuekin aja….Pas diakhir perjalanan si guide lokal Besakih dengan terangan-terangan minta uang rokok, hehe.

Saya kira bener juga perkataan Pak Dewa bahwa modal utama pariwisata Bali itu bukan keindahan alamnya tapi budaya Bali yang masih asli dan ramah tamah penduduk-nya. Seindah apapun alamnya kalau kita tidak merasa nyaman berada disana saya kira gak ada betah berkunjung.

Dengan Besakih berakhirlah perjalan hari ketiga ini. Berarti berakhir juga kebersamaan kita bersama Pak Dewa, tour guide kita. Baik hati, dan ramah, sabar menunggu kita yang sering telat, selalu berusaha membukakan pintu terlebih dahulu itulah Pak Dewa, bahkan ketika dikasih uang tour dengan malu-malu beliau menerimanya, yang dihitung pun hanya yang menjadi kewajiban kita saja (bukan tips) itupun setelah kita paksa hitung dulu. Semoga lain kali kita bertemu lagi!!

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more