Menuju Puncak Salak

Kejadiannya sebenenarnya bulan Nopember kemarin, tepatnya dari tanggal 24-26. Jadi gak basi-basi amat sih, cuman karena lagi banyak kerjaan jadi gak sempet ditulis. Biar gak jadi basbang, makanya saya kasih skrinsut yang agak banyak.

Ya, saya sudah membulatkan tekad bahwa naik gunung akan menjadi salah satu hobi baru. Asalnya sih karena ada temen kantor yang emang hobi banget naek gunung, jadinya jiwa petualang saya ikut terpanggil juga.Hmmm, sebenarnya bukan naik gunungnya yang suka tapi petualangannya itu, mencoba hal-hal baru disela kegiatan kantor yang monoton.

Gunung Salak dipilih karena dari kita memang belum ada yang pernah naek kesana (ada deng orang temen kampus), jalurnya juga banyak pilihan dan menantang. Dilihat dari kost-an saya, gunung satu ini memang terkesan angkuh dan gahar, sebenarnya kurang cocok buat newbie kayak saya, tapi karena gak tau jadi gpp
Let the journey begins!

Tim terdiri dari 7 orang, saya dan 3 orang temen kantor, plus 3 temen kampus dulu (1 orang intersection, temen kampus sama kantor). Janjian berangkat hari Jum’at jam 21:00 dari UKI menuju Cicurug, Sukabumi. Rencananya jalur yang akan ditempuh adalah Cimelati, karena di peta kelihatannya lebih pendek. Padahal klo dipikir, yang namanya gunung kan segitiga/kerucut, jalur semakin pendek berarti semakin curam.

tidur Karena setelah berjalan sampai jam 3 dini hari gak ketemu juga Pos 1, jadinya kita yang kelelahan dan ngantuk langsung aja gelar matras di tempat yang agak datar. Gak pake diriin tenda dulu karena cuacanya lumayan bersahabat. Enak juga tidur ber-atapkan langit, bercahayakan bintang, ditemani suara-suara binatang malam. Walaupun lama-lama saya gak bisa mejamin mata, karena dingin dan embun, padahal udah pake jaket tebal dan sleeping bag. Hanya satu hal penting yang lupa saya beli: Kupluk, buat nahan udara dingin di sekitar telinga.

Paginya ketika mulai terang, barulah tampak, ternyata kita tiduran di tengah jalan sekitar kebun-kebun penduduk kaki Gunung Salak.

menujupuncak Setelah sarapan yang lumayan yummi perjalanan dilanjutkan jam 8:00. Penduduk yang kerja di kebun sudah mengkonfirmasi bahwa jalan yang kami lalui memang benar menuju puncak (tapi dia gak bilang puncak yang mana). Beban yang dibawa lumayan berat (yang bikin berat sih air 4 botol 1 literan), kerasa banget punggung pegel-pegel.

Hampir 8 jam kami berjalan diselingi beberapa kali istirahat dan poto-poto (walau di gunung, jiwa model tetep ada). Jalurnya memang parah, menanjak, penuh onak dan duri. Anehnya petunjuk yang tersedia cuman beberapa ikatan rafia pada batang pohon pinggir jalur. Kadang hanya tanda berupa tiga bacokan pada batang pohon. Lebih aneh lagi karena kita tidak menemukan satu pos pun di jalur yang dilalui itu.

Sekitar jam 16:00 kami menemukan suatu tempat agak datar, disana ada plang kecil yang tulisannnya gak jelas, dan ada sebuah bendera merah putih yang sudah lusuh. Inikah puncak yang kami tuju? Sepertinya sih bukan, karena dari beberapa referensi di internet, di Puncak Salak 1 itu ada semacam pondok kecil, ada makam Embah Salak dan ada plang gede bertuliskan Puncak Salak 1.

Jelaslah kami nyasar. Namun karena hari mulai gelap, diputuskanlah untuk mendirikan dulu tenda disana. Walaupun agak sempit, namun ternyata cukup juga untuk mendirikan dua tenda. Masak air, ngopi-ngopi ahh nikmat. Rasa pegal di kaki dan punggung sementara berkurang.

Namun keasyikan tidak berlangsung lama karena sore itu turun hujan lumayan lebat. Akhirnya kami masuk tenda dan memutuskan untuk tidur. Sayup-sayup di luar terdengar suara ‘grook grook‘ disela-sela gemuruh suara angin dan hujab. Wah babi hutan!, denger-denger babi hutan suka nyari sisa makan di sekitar tenda. Serem juga. Tapi karena dingin dan ngantuk, jadinya gak terlalu peduli. Semakin malam suara ‘grook grook‘ semakin jelas, di sebeleah saya!!, Eh di tenda sebelah juga!! Ah ternyata anak-anak pada ngorok kecapean.

puncak Minggu pagi-pagi, hujan sudah reda, udara masih dingin, namun di luar matahari sudah memancarkan sinar paginya yang lembut. Memandang ke arah jurang yang kemarin di selimuti kabut tampaklah jelas dua puncak gunung. Tampak sangat dekat. Salah satu dari dua puncak itu adalah Puncak 1 yang jadi tujuan kami. Jadi sebenarnya sekarang posisi kita ada dimana? Entahlah, mungkin salah satu dari 3 puncak salak lainnya (selain puncak 1).

Tadinya sih udah gak ada hasrat lagi buat menuju Puncak 1, karena memang stamina sudah tidak memadai dan memang
waktunya pulang. Tapi salah seorang anggota tim yang survei duluan (tanpa bawa beban) mengkonfirmasi bahwa Puncak Salak 1 dapat ditempuh dalam 2 jam saja. Lagipula jalan pulang lewat Cidahu harus melalui Puncak Salak 1. Akhirnya dengan semangat baru, kami mulai turun dari puncak tempat camp dan menuju ke Puncak 1. Memang hanya sekitar 2 jam sih, dekat sekali, namun medannya lumayan sulit, kiri kanan jurang, kadang kami harus mendaki sedikit tebing.

dipuncak Tidak sia-sia, sekitar jam 10-an kami sudah mencapai Puncak 1. Tempatnya memang agak luas, ada pondok kecil, ada kuburan dan ada tulisannya Puncak Salak 1, jadi pasti gak salah lagi. Disana juga ada satu tim pendaki lain yang sudah sampai duluan dan bersiap pulang. Namun karena jam segitu kabut sudah turun (mestinya pagi-pagi banget), jadinya poto-poto tidak mendapatkan pemandangan yang bagus.

Puas poto-poto, sekitar jam 11:00 kami memutuskan untuk pulang lewat jalur Cidahu. Jalur ini yang paling sering dipakai pendaki. Ternyata medannya cukup menantang juga, banyak turunan curam dan harus memakai tambang untuk melewatinya. Pas turun gunung kekuatan dengkul kami diuji, karena harus menahan berat badan dan bawaan.
Hanya saja hati agak sedikit tentram karena di sepanjang jalan ada tanda penunjuk jalan yang jelas. Walaupun begitu, persediaan air mulai menipis, sehingga harus dihemat sampai mendapatkan sumber air.

warung Kurang lebih 5 jam berjalan, belum terlihat juga ada tanda-tanda sampai ke kaki gunung salak. Jalannya sudah mulai landai sih. Salah seorang teman mencium bau gorengan, dan tiba-tiba teman yang paling depan teriak-teriak. Woii ada warung!!. Pertama sih gak percaya, masa di hutan ada warung, mungkin fatamorgana.

Eh, ternyata emang ada, Asyiik banget, ada Pocari Sweat, Teh Manis anget, Pop Mie, dan tentu saja gorengan!. Dalam sekejap larislah warung itu. Namanya warung Bajuri, lokasinya di pertigaan ke Kawah Ratu, dan Puncak Salak. Disana ada sungai kecil dengan air yang dingin dan jernih. Kami pun bersih-bersih badan dulu disana dan sholat. Setelah ganti pakaian, jalan lagi ke bawah menuju Pos Kancil tempat nunggu angkot carteran ke terminal.

Melelahkan tapi juga mengasyikan. Pendakian pertama lumayan sukses dan menyenangkan. Walaupun hati rada deg-degan, karena hari Senen ada tugas ke Medan. Takut nyasar dan gak bisa pulang hari Minggu.
Alhamdulillah, semua lancar dan diberi keselamatan. Badan pegel-pegel kaki juga, untunglah gak kena pacet.

Senen siang langsung terbang menuju Medan. Anehnya di Medan semua rasa pegel lupa begitu saja. Stress berat saya nyiapin pameran, mikirin koneksi pake gprs, modemnya mati mulu, huh.
Satu ungkapan yang tepat untuk pendakian pertama ini: Sekali nyasar, dua puncak terlampaui!

menu Oh iya, terakhir, jangan bayangin naik gunung yang bener-bener buat survivor, makan daun-daunan atau ubi-ubian di hutan. Di sana cuman buat fun aja, jadi nyantai. Lihat aja menu yang dibawa, ada baso, nugget, ham, sarden, agar-agar, bahkan mangga! Ya bawaaan jadi berat sih Yang pasti semua sampah harus dibawa kembali ke bawah, jangan nyampah di gunung!! Apalagi sampah plastik. Boker sih boleh, buat pupuk

Note:
Poto-poto koleksi saya, Ipe dan Risyda
Untuk poto-poto Gn Salak yang lebih lengkap silahkan tengok Galeri Menuju Puncak Gunung Salak

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more