Indahnya ‘Toleransi’ di Pulau Dewata

Pura di Bali. Masyarakat Bali, sangat menghargai toleransi beragama. Foto : Pixabay.com

Pura di Bali. Masyarakat Bali, sangat menghargai toleransi beragama. Foto : Pixabay.com

Senin, Selasa, Rabu, saya ada di Bali. Saya tiba di Bali, tanggal 16 Mei 2016. Pulang dari Pulau Dewata, Rabu, 18 Mei. Datang ke sana sebetulnya untuk urusan kerja, meliput acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

Tapi yang namanya datang ke Bali, selalu ada yang bisa dicatat. Pulau ini, memang selalu menawarkan sejuta daya tarik. Wajar, jika kemudian Bali jadi pusat tujuan para turis. Dan, setiap melintas suatu daerah, saya selalu ingin meninggalkan jejak dari setiap apa yang dilihat dan dirasa. Pun ketika datang ke Bali, meski hanya selintas lalu, dan bukan untuk melancong.

Selama di Bali, saya nginap di Majestic Point Villas. Ini komplek villa-villa atau cottage. Tempatnya tersembunyi, tak di pinggir jalan besar. Tapi, di tengah perkampungan. Mencari Majestic Point Villas, susah-susah gampang. Jika datang tanpa dibantu oleh yang tahu jalan, pasti rasa susah nyari Majestic Point Villa.

Menuju ke komplek villa ini, bisa masuk dari Jalan Siligita. Jalan ini ada di daerah Nusa Dua Bali. Patokan gampangnya, warung Baso Garasi. Warung baso mencolok, karena ada plang penanda nama warung tersebut. Di seberang warung ada minimarket kecil.

Nah di pinggir warung ada gang yang bisa masuk mobil. Hanya saja jalan di gang itu lumayan sempit. Harus sedikit hati-hati. Susuri saja gang tersebut. Gang Jambu namanya. Nanti akan ketemu perkampungan. Di tengah perkampungan Majestic Point Villas berada. Letaknya di sebelah kanan jalan, jika masuk dari gang jambu dekat warung Baso Garasi.

Tempatnya enak. Sepi. Tak hiruk pikuk. Tempat ini cocok bagi yang ingin tetirah, menjauh sebentar dari keramaian. Tempat menginapnya berupa cottage, yang terdiri dari beberapa kamar. Setiap cottage ada tiga kamar dan satu ruang tamu dan dapur. Dan satu kolam renang. Jadi, kayak tinggal di rumah sendiri. Buka pintu, sudah langsung menghadap ke kolam renang.

Baca juga:  Liburan Murah ke Kuta ala Backpacker

Satu hal yang membuat saya suka ke Bali, adalah keramahan warganya. Sebagai daerah tujuan wisata, keramahan adalah sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar. Tanpa keramahan, wisatawan tak akan betah tinggal. Bali juga cukup aman. Ini yang saya suka.

Di Bali, saya jalan jam berapa pun tenang saja. Tingkat kriminalitasnya bisa dikatakan rendah. Ya, daerah wisata memang harus begitu. Jika tak aman, siapa yang mau datang?

Dan orang Bali itu, selain ramah, juga sangat menghormati perbedaan. Mereka tak pernah beda-bedakan agama si pendatang. Mereka tak pernah pedulikan asal usul yang datang. Mau dari suku Sunda, Batak atau Betawi, diterima dengan tangan terbuka. Bali pun menjelma sebagai kampung internasional. Karena berbagai suku bangsa ada di Bali. Lihat saja para turis mancanegara, datang dari seantero jagat.

Teman saya bilang, Bali adalah pulau tempat toleransi diperagakan tanpa pura-pura. Saya sepakat dengan pendapat itu. Nah, waktu nginep di Majestic Point Villas, saya sempat baca berita yang dimuat beberapa media online. Beritanya tentang hasil survei yang dilansir Ma’arif Institute.

Dalam surveinya, Ma’arif Institut, menempatkan Bali sebagai kota paling ‘Islami’. Tentu berita survei itu menarik. Sebab, Bali bukanlah kota dengan penduduk mayoritas beragam Islam. Justru agama Hindu, agama yang paling banyak dianut penduduk Pulau Dewata. Dalam mengukur sebuah kota dianggap ‘Islami’, Maarif Institute, menggunakan tiga variabel. Pertama soal tingkat keamanan. Kedua terkait kesejahteraan. Dan ketiga dari sisi kebahagiaan warganya.

Dan, saya kira hasil survei itu tak berlebihan. Saat saya nginap di Majestic Point Villas, untuk membunuh suntuk, nonton acara televisi sambil rebahan di ranjang, adalah kegiatan favorit saya. Saya coba pilih-pilih chanel. Chanel acara televisi di Majestic Point Villas, sungguh lengkap. Dan yang bikin saya kaget, saluran TV Muhammadiyah dan TV Nahdlatul Ulama pun ada tersedia. Sungguh toleransi banget. Bukan hanya dalam sikap warganya yang ramah terhadap siapapun, acara televisi yang disediakan pun juga tak kalah ramah. Ya, setidaknya itu yang saya catat di Majestic Point Villas, Bali. Saluran acara televisinya, benar-benar mengusung semangat toleransi yang tinggi.

Baca juga:  Tour to Bali: Day 3

Terus terang, baru kali ini selama saya nginap di hotel, chanel acara televisinya begitu lengkap. Ya, memang itu layanan teve kabel. Tapi, dengan tetap menayangkan TV Muhammadiyah dan NU, bagi saya itu cara Bali menghargai keragaman. Mungkin nampak sepele. Namun, bagi saya harus seperti itulah yang perlu dilakukan hotel-hotel di Indonesia. Ikut menyebarkan semangat toleransi, meski lewat saluran televisi kabel yang disediakannya.

Dari Pak Made, supir yang mengantar jemput selama di Bali, saya dapat cerita lain soal kuatnya semangat toleransi di Bali. Kata Pak Made, warga yang beragama Islam atau agama lain di Bali, sering membantu, ketika warga yang beragama Hindu sedang mengadakan upacara keagamaan. Begitu pun, ketika warga yang beragama Islam merayakan hal yang sama, giliran warga yang beragama Hindu yang membantu. Entah bantuan itu berupa pengamanan, atau bantuan lain, misal bantu-bantu mempersiapkan peralatan.

Saya pikir memang seharusnya seperti itu. Warga, saling bantu, tanpa memandang asal usul atau agama yang dianutnya. Karena lewat itu, kehidupan beragama akan terasa indah.

Reply