Hangzhou: Misi Mengelilingi Xi Hu

Sayang kalau tidak dipamerkan dituliskan. Catatan perjalanan di China daratan, 26 Jan – 8 Feb 2010, bagian kedua.

Zhejiang Qi Ji


Bus yang mengantarkan saya dari Tunxi kembali ke Hangzhou siang itu melaju tanpa hambatan. Waktu itu saya merasakan nikmatnya bus di musim dingin. Di bawah tempat duduk sepertinya dipasangi pemanas udara, rasanya hangat nyaman di pantat dan kaki. Dengan jalan yang lurus tanpa kelokan berarti, saya pun tidur dengan lelap.

Kali ini saya sudah membuka itinerary bersama yang disusun seorang teman. Tujuan di Hangzhou adalah sebuah hostel. Alamat yang saya dapat ditulis dalam alfabet, dengan sebuah clue, near Zhejiang Qi Ji hotel.

Berbekal nama hotel yang saya asumsikan gede, terkenal dan satu-satunya di Hangzhou itu, saya pun bertanya-tanya ke orang di sekitar Wu Lin Men. Seorang satpam dengan sigap segera menuliskan Kanji untuk hotel itu dan menunjukkan arahnya.
“Noh bangunan tinggi yang ntu” katanya seraya menunjuk sebuah gedung tinggi agak jauh di seberang jalan.
Di atasnya ada tulisan kanji gede-gede mirip yang ditulisnya di secarik kertas. Saya pun tersenyum simpul. Aha, mudah saja ternyata. Dengan ransel yang masih berat karena penuh pakaian musim dingin, saya menyusuri jalan yang ternyata sedang dalam perbaikan.

Setelah menemukan Zhejiang Qiji hotel, barulah saya membaca nama hostel yang saya tuju di kertas clue, West Lake Youth hostel. Sesuai petunjuk, pasti ada di dekat hotel gede itu. Sudah keliling di sekitar hotel itu beberapa kali tidak tampak bangunan hostel, hanya ada beberapa apartemen atau lebih tepat disebut rusunami.

Tadinya saya menyangka hostelnya memang ada di dalam bangunan rusunami itu. Kemudian mata saya tertuju pada sebuah bangunan berwarna terang, dengan meja resepsionis di depannya. Tidak ada tulisan hostel dan sebagainya.

Saya pun memberanikan diri masuk dan menyerahkan secarik kertas bukti booking hostel. Sang resepsionis menggeleng-gelengkan kepala dan bilang kalau hostel itu bukan di daerah sini, tapi mesti naek bus kota lagi ke daerah… tentu saja ke daerah West Lake!

Baca juga:  Eksplorasi Potensi Alam Desa Muara Emat (#1)

Clue terpenting itu ternyata bukan Zhejiang Qiji Hotel, tapi seharusnya saya langsung tanya West Lake saja. Untungnya si mba resepsionis itu berbaik hati menelpon hostel yang akan saya tuju, kemudian menuliskan alamat lengkapnya dalam kanji di secarik kertas. Masih saya ingat sampai sekarang, kertas itu selalu tersimpan di saku celana, tulisannya Nanshan Lu 62-3.

Setelah dua kali naik bus kota dari Wu Lin Men, sampailah di West Lake Youth Hostel. Waktu jalan-jalan sorenya barulah saya lihat di seberang jalan ada tulisan Zhejiang Qiji hotel dalam alfabet dipahat di atas batu gede-gede. Ooooh Zhejiang Qi Ji yang ini toooh…

Sepasang kekasih baik hati


Keempat teman jalan saya baru berangkat sore dari KL, jadi kemungkinan nyampe malam. Daripada diam kedinginan di kamar saya mulai jalan-jalan sore.

Lokasi hostel ini rupanya sangat strategis, hanya tinggal menyebrang jalan, sudah sampai di West Lake atau dalam bahasa lokal disebut Xi Hu. Danau ini merupakan andalan wisata Hangzhou. Sore itu saya mulai berjalan menyusuri danau. Suasananya dingin dan sepi, hanya tampak beberapa orang saja yang menikmati sore.

Menjelang malam suasana danau tampak berbeda. Pohon-pohon willow di pinggir danau sengaja dipasangi lampu-lampu temaram, menjadikan paduan cahaya yang indah di sekeliling danau. Memandangi lampu kelap-kelip di seberang danau saya pikir kenapa tidak mencoba jalan saja terus menyusuri danau ini, toh nanti pasti balik lagi ke tempat semula.

Ya, saya memang suka jalan kaki. Pikiran yang sebenarnya tidak salah kalau saja saya memperhitungkan luas dan keliling West Lake. Sambil jalan dengan innocentnya, ternyata banyak hal unik yang bisa dinikmati di sekeliling West Lake. Dari mulai gazebo klasik di tepian danau, pohon-pohon mistis menjuntai sampai pertunjukan air mancur raksasa di salahsatu tepiannya. Di satu sisi entah kilometer keberapa, ada rame-rame pertujunkan musik. Ketika didekati ternyata pasangan manula sedang berdansa-dansi menikmati malam, entah malam apa itu saya tidak ingat.

Baca juga:  Gara-gara Photoshop, wanita Kenya ini bisa Jalan-jalan Gratis ke China

Lama-lama kaki pegal juga, perasaan saya sih sudah berjalan mengikuti keliling danau. Sesekali memang saya keluar dari jalur pejalan kaki tepian danau untuk melihat suasana kota Hangzhou. Perkiraan sih gak terlalu jauh melencengnya sampai akhirnya saya merasa benar-benar tersesat. Di tangan tidak ada peta hanya ada secarik kertas bertuliskan alamat hostel.

Mulailah pencarian jiwa-jiwa berhati mulia yang bersedia memberikan clue dimana saya berada dan kemana harusnya berjalan. Tentu saja malam-malam tersesat kedinginan di negeri orang membuat saya berhati-hati memilih narasumber.

Akhirnya pilihan saya jatuh pada sepasang muda-mudi berperawakan mungil yang sedang melihat papan penunjuk jalan. Pilihan yang kurang tepat sebenarnya, karena kalau orang lihat papan penunjuk jalan berarti dia juga lagi nyari jalan. Ah, sudah tanggung saya sodori kertas bertuliskan Nanshan Lu 62-3 dalam Kanji itu.

Si cowok agak bingung awalnya tapi melihat tampang kasihan saya rupanya dia tak tega. Dengan semangat 45 akhirnya dia berjalan cepat memimpin di depan meninggalkan saya dan pacarnya yang cuma bisa ngomong China. Saya pasrah ngikutin, walaupun sudah bilang gak usah dianterin, tunjukin arah saja. Ya entah karena gak ngerti atau memang semangat nolong, malam itu akhirnya saya dibimbing sama dia mencari hostel saya.

Lama juga berjalan, si cowok nampak bingung, oh my god ternyata dia gak terlalu ngerti jalan juga. Si cewek udah sedikit merengek karena jalan kejauhan. Gak enak juga saya menjadi beban. Tapi apa daya, si cowo udah mantap bulat tekadnya untuk mengantar saya ke hostel. Sampai dia mentok juga setelah nanya-nanya ke orang lain, akhirnya tangannya mulai beraksi memanggil-manggil taksi. Hayyah kalau pake taksi sih saya bisa pulang dari dari…

Baca juga:  Galeri Foto Perjalanan di Beijing China

Sepeda dengan kartu pintar


Salahsatu transportasi unik yang disediakan di Hanzhou adalah sepeda. Walaupun bentuknya seperti sepeda ibu-ibu ke pasar, ternyata sistemnya cukup canggih menggunakan kartu pintar. Jadi ada semacam tempat khusus sepeda sewaan tersebar di beberapa lokasi.

Di tempat  itu tiap sepeda terkunci secara elektronik di tiang yang dilengkapi dengan terminal smart-card. Kita bisa menggunakan sepeda tersebut dengan menempelkan kartu pintar pada terminal tersebut, otomatis kunci akan terbuka. Kartunya sendiri bisa didapatkan di sebuah loket khusus di pusat kota dengan 300 RMB, 200 untuk deposit sisanya sebagai kredit. Pemakaian setiap jam-nya sekitar 2 RMB yang secara otomatis dikurangi dari kredit kartu kita.

Jadilah kita berlima memesan kartu itu masing-masing satu. Lumayan juga menghemat waktu buat keliling Xi Hu, gak perlu jalan jauh sampe kesasar. Namun ada hal bodoh yang masih ingat sampe sekarang. Ceritanya sepeda dibawa sampe ke hostel, buat numpang makan malam dulu sebelum dikembalikan ke terminal.

Ternyata hujan datang dengan lebatnya. Kalau itu sepeda dibiarin aja gak dibalikin, argonya jalan terus dong. Akhirnya kami bertiga, para pria menggiring sepeda-sepeda itu di tengah deras hujan malam musim dingin menuju tempat terminalnya berada.

Setelah nyampe, pasang sepeda di terminal yang kosong dan tempelkan lagi kartu untuk mengunci. Biip, terminalnya gak mau ngunci. Wah cilaka, jangan-jangan mesti balikin ke terminal yang sama. Udah dicoba beberapa kali tetep aja gak ngunci. Sampe kita putus asa mau balik lagi giring sepeda tersebut ke hostel.

Untung saja ada yg iseng nyobain dengan kartu-kartu yang berbeda. Dan ternyata bisa sodara-sodara. Jadi kesalahanya adalah kartunya ketuker-tuker, karena kita juga megang dua kartu titipan. Phew…

Simak juga foto-foto selangkapnya di Galery Foto Hangzhou China

No Responses

Reply