Dulu Pelepas Syahwat, Sekarang Tempat Bersholawat

 

Mesjid Raya Ciromed dulunya tempat maksiat. Tempat lelaki hidung belang melepas syahwat. Kini beralihrupa, jadi tempat ibadah

Mesjid Raya Ciromed dulunya tempat maksiat. Tempat lelaki hidung belang melepas syahwat. Kini beralihrupa, jadi tempat ibadah

Waktu musim mudik 2011, saya pernah singgah di sebuah mesjid. Saat itu, saya hendak mudik ke Kuningan, ke kampung halaman saya. Tapi, sebelum ke Kuningan, rencananya, saya dan keluarga istri, mau mampir dulu ke kerabat yang ada di Kroya, Jawa Tengah. Baru setelah itu ke Kuningan.

Berangkat dari Jakarta, H+1, alias satu hari sehabis sholat Idul Fitri. Kami, tak langsung menuju Kroya. Tapi melipir sebentar ke Bandung, bersilahturahmi dengan keluarga adik ipar saya yang menikah dengan orang Bandung.

Usai silahturahmi baru melanjutkan perjalanan dengan mengambil rute Jalan Jatinagor-Sumedang. Di Jatinangor di sekitar kampus Universitas Padjadjaran, sempat terjebak macet. Lumayan lama. Tapi akhirnya arus kendaraan terurai. Namun hari sudah menjelang tengah hari.

Tiba di daerah Ciromed, yang masuk wilayah Sumedang, sudah waktu dzuhur. Kakak ipar saya yang jadi supir, ingin cari mesjid dulu untuk menunaikan solat dzuhur, sekalian istirahat dan makan siang.

Saya pun teringat mesjid besar di Ciromed. Namun agak lupa letaknya. Saya hanya ingat, mesjid itu ada di sebelah kiri jalan bila mengambil arah dari Jatinangor. Saya pun minta kakak ipar menjalankan mobil pelan-pelan. Takut mesjid terlewat.

Akhirnya, mesjid besar itu ketemu. Mobil langsung belok kiri, masuk ke halaman mesjid yang luas. Kiri kanan pepohonan. Cukup rindang. Jalan menuju mesjid menanjak. Di sebelah kiri mesjid berjejer warung-warung makanan. Mesjidnya sendiri berdiri di bagian paling atas. Bertengger di puncak bukit. Sangat megah. Bangunannya besar.

Di depan mesjid terbaca tulisan : Mesjid Raya Ciromed. Saat kami tiba di sana, yang singgah di mesjid itu cukup banyak. Mobil-mobil berjejer parkir di halaman mesjid. Setelah memarkirkan mobil, kami pun turun dan langsung menuju mesjid.

Menuju mesjid mesti menaiki anak tangga. Lumayan ngos-ngosan. Tapi, begitu sampai di teras mesjid, pemandangan sangat indah. Dari atas, dari teras mesjid, tampak jelas, dua bukit menyerupai gunung di kejauhan. Siang itu, terik sebenarnya lumayan menyengat. Tapi, angin sepoy-sepoy yang berhembus, membuat terik tak begitu terasa. Depan teras, ada taman kecil.

Pemandangan dari teras Mesjid Raya Ciromed

Pemandangan dari teras Mesjid Raya Ciromed

Setelah mengambil air wudhu, saya pun segera masuk mesjid. Istri dan ibu mertua, menunggu, sambil menjaga anak-anak. Baru setelah saya selesai solat, giliran mereka untuk menunaikan solat.

Setelah semuanya solat dzuhur, kami ngumpul di teras sisi kiri mesjid. Kakak ipar saya leyeh-leyeh dilantai, dininabobokan angin yang tiada henti bersemilir. Mertua pun buka bekal. Saya sempat turun sebentar ke jejeran warung, bermaksud beli tahu Sumedang. Di teras mesjid, kami makan siang.

Ciromed sendiri, sebelum ada mesjid, dulunya adalah kawasan remang-remang. Di sini, terdapat lokalisasi ilegal, tempat para lelaki hidung belang melepas syahwat. Bahkan, lokasi yang sekarang berdiri mesjid, adalah pusat dari geliat kehidupan malam di Ciromed. Tapi kemudian, ada seorang pengusaha SPBU bernama Haji Ma’soem yang membeli lahan tersebut.

Oleh Haji Ma’soem, kawasan hitam tersebut disulap. Ia kemudian membangun mesjid besar yang sekarang dikenal dengan Mesjid Raya Ciromed. Tak ada lagi cap ‘miring’ pada Ciromed. Tak ada lagi, bangunan-bangunan tempat si hidung belang melepas syahwat. Kini, sudah berganti mesjid, tempat sholawat dikumandangkan. Tempat umat Islam bersujud tunaikan solat.

Suasana dalam di dalam Mesjid Raya Ciromed

Suasana dalam di dalam Mesjid Raya Ciromed

 

Bahkan kini Mesjid Raya Ciromed jadi semacam destinasi yang banyak dikunjungi orang. Terutama yang melintas di jalan raya Jatinangor-Sumedang. Bangunannya yang megah, dengan corak arsitektur yang menarik, jadi daya tarik tersendiri. Apalagi halamannya yang luas, dan cukup rindang dengan pepohonan.

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more